Friday, 8 July 2011

Kekhawatiran Nabi Muhammad saw

Subject: Kekhawatiran Nabi

Kekhawatiran Nabi
Sebagai pengikut Rasulullah Saw, kita amat berbahagia karena Rasulullah Saw telah
menunjukkan begitu cinta kepada umatnya. Karena beliau cinta, beliau tidak ingin
kalau terjadi hal-hal buruk menimpa umat ini, karenanya beliau mengingatkan dengan
mengemukakan hal-hal yang sangat dikhawatirkannya.

Imam Ahmad ra meriwayatkan:
"Aku mendengar Rasulullah SAW memprihatinkan umatnya dalam enam perkara:
(1) diangkatnya anak-anak sebagai pemimpin
(2) terlalu banyak petugas keamanan
(3) main suap dalam urusan hukum
(4) pemutusan silaturrahim dan meremehkan pembunuhan
(5) generasi baru yang menjadikan Al-Qur'an sebagai nyanyian
(6) mengutamakan orang yang bukan fakih dan berjasa tapi yang berseni sastra tinggi."
(HR. Ahmad, hal 165).

Dari hadits di atas, terdapat enam hal yang membuat Rasulullah Saw begitu khawatir
bila hal itu terjadi pada umatnya.

1. Anak-Anak Sebagai Pemimpin.

Rasulullah Saw amat khawatir bila umatnya menjadikan anak-anak sebagai pemimpin, ini
bisa kita pahami dalam arti anak-anak secara umur atau fisik seperti masyarakat yang
menggunakan sistim kerajaan sehingga ketika orang tuanya yang menjadi pemimpin mati,
secara otomatis sang anak menjadi raja meskipun belum dewasa. Namun hal ini juga bisa
berarti orang yang pemikiran, sikap dan tindakannya seperti anak-anak dijadikan
sebagai pemimpin atau pemimpin tersebut yang berjiwa kekanak-kanakan. Lalu seperti
apa anak-anak itu?. Kita tentu sudah mengetahuinya, anak-anak biasanya tidak
konsisten dalam berbicara, misalnya ketika dia belum makan lalu ditanya apakah
sudah makan, dia menjawabnya dengan sudah. Anak-anak juga suka memperebutkan sesuatu
hingga terjadi pertengkaran dan perkelahian meskipun sesudah itu damai kembali, dan
begitulah seterusnya.

Manakala orang yang berjiwa kekanak-kanakan itu dijadikan pemimpin, maka hal itu
menjadi aneh dan lucu. Masa anak-anak memang sedang lucu-lucunya, namun kalau itu
terjadi pada masyarakat, maka hancurlah tatanan kehidupan masyarakat itu, dan inilah
yang kita alami sekarang, sebab para pemimpin di negeri ini bersikap dan bertingkah
laku seperti layaknya anak-anak.


2.Banyak Petugas Keamanan.

Banyak Petugas Keamanan.

Petugas keamanan memang amat diperlukan dalam masyarakat. Pada negara yang aman,
jumlah petugas keamanan tidak terlalu banyak atau jumlah mereka banyak tapi tidak
punya pekerjaan yang banyak, namun pada negara yang tidak bisa terjamin keamanannya,
meskipun petugas keamanan jumlahnya banyak tetap saja terasa kurang banyak, apalagi
petugas yang ada menghadapi tugas-tugas yang begitu banyak dengan kasus-kasus yang
belum cepat selesai. Akibatnya, tidak sedikit dari masyarakat biasa yang akhirnya
bertindak sebagai petugas keamanan. Dalam kehidupan sekarang di negeri kita, tindak
kriminal sangat banyak terjadi, akibatnya masyarakat tidak mendapat jaminan keamanan
dan banyak sekali dari organisasi sosial dan politik yang harus memiliki tenaga
keamanan dalam jumlah yang banyak.

Oleh karena itu, membangun kehidupan yang aman merupakan kebutuhan masyarakat luas
sehingga jumlah tenaga keamanan menjadi terasa berlebih dengan tugas pengamanan yang
rendah.



3. Suap Dalam Perkara Hukum.

Hukum yang benar merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan penegakkannya, inilah yang dalam bahasa sekarang disebut dengan supremasi hukum. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hukum belum menjadi panglima, tapi uanglah yang menjadi panglima sehingga terjadi suap-menyuap dalam proses penegakkan hukum yang membuat hukum menjadi tidak tegak. Di negara kita, hakim, jaksa, pengacara, polisi, penjaga penjara hingga presiden merupakan aparat-aparat penegak hukum, tapi tidak sedikit persoalan penegakan hukum yang tidak terlaksana karena para penegaknya menerima suap


4.Memutuskan Silaturrahim dan Meremehkan Pembunuhan.

Silaturrahim, baik dalam hubungan famili maupun keimanan yang kemudian disebut dengan ukhuwah Islamiyah merupakan sesuatu yang harus dijalin. Hubungan kekerabatan semestinya terus terjalin sehingga hubungan kekeluargaan antar generasi berikutnya tidak terputus, namun seringkali hanya karena persoalan-persoalan sepele yang tidak mendasar, hubungan silaturrahim menjadi terputus, misalnya karena memperebutkan harta warisan dan sejenisnya. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya pertumpahan darah atau pembunuhan antar anggota keluarga.
Disamping itu, hubungan antar sesama umat Islam juga harus dijalin dalam jalinan ukhuwah Islamiyah, namun sekali lagi kita juga amat prihatin karena sekarang silaturrahim antar kelompok umat Islam semakin renggang, khususnya karena persoalan-persoalan politik bangsa. Bahkan saling bunuh antar satu kelompok dengan kelompok yang lain sudah terjadi, padahal kenistaan dalam masalah ini tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat dengan azab yang sangat pedih.


5. Al-Qur'an Sebagai Nyanyian.

Al-Qur'an merupakan petunjuk bagi umat manusia untuk mencapai ketaqwaan kepada Allah Swt. Karena itu, kaum muslimin diperintah untuk membaca, mengkaji, memahami, menghayati hingga mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Karena salah satu konsekuensi kita terhadap Al-Qur'an adalah membaca dengan sebaik-baiknya, maka berkembanglah seni membaca Al-Qur'an dengan irama-irama tertentu. Pada dasarnya tidak ada masalah dengan seni membaca Al-Qur'an dengan irama yang indah, namun umat ini tidak boleh berhenti hanya pada iramanya, karena irama itu pada hakikatnya adalah untuk mengantar umat pada kecintaan terhadap Al-Qur'an. Dengan demikian, interaksi terpenting dari umat Islam terhadap Al-Qur'an adalah menjadikannya sebagai petunjuk hidup, bukan pada irama membacanya dengan gaya tertentu, apalagi bila hal itu hanya cenderung pada nyanyiannya saja.


6. Mengutamakan Sastrawan/Budayawan.

Tugas-tugas yang sangat penting, apalagi tugas kepemimpinan harus dilaksanakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian dengan kepribadian seorang pemimpin yang baik. Namun dalam banyak hal, masyarakat kita kadangkala tidak mengangkat seseorang sebagai pemimpin karena keahlian dan kepribadiannya, tapi lebih karena pendaiannya dalam sastra atau kebudayaan dengan retorika permbicaraan yang baik.

Akibat mengutamakan seseorang menjadi pemimpin karena pertimbangan budaya bicara, maka pemimpin itu akhirnya hanya banyak omong tanpa produktifitas kepemimpinan yang jelas, bahkan dari omongannya itu hanya melahirkan kontroversi yang menimbulkan masalah-masalah baru.



Dari uraian hadits ini, nampak sekali betapa hal-hal yang dikhawatirkan oleh Nabi, bila hal itu betul-betul terjadi pada umatnya akan menimbulkan begitu banyak ekses negatif yang sangat sulit untuk mengatasinya.


"Perhatikanlah apa yang orang katakan dan janganlah memperhatikan siapa
yang mengatakan "

0 comments:

Post a Comment

Silahkan Komentarnya Gan ^_^
Jangan SPAM Ya